FmD4FRX3FmXvDZXvGZT3FRFgNBP1w326w3z1NBMhNV5=

Refleksi untuk Guru dalam Kehidupan Sehari-hari


Di Indonesia, istilah digugu dan ditiru sudah sangat akrab di telinga masyarakat. Istilah ini berasal dari bahasa Jawa, yang berarti “dipercaya dan dipatuhi” (digugu) serta “dicontoh dan diteladani” (ditiru). Ini menggambarkan posisi seorang guru yang tidak hanya menjadi sumber ilmu, tetapi juga menjadi contoh dalam segala tindak tanduknya. Sebagai figur yang dihormati dan dicontoh, seringkali kita melihat guru dianggap sebagai sosok yang sempurna, ahli dalam segala hal, dan setiap gerak-geriknya menjadi sorotan bagi orang-orang di sekitar.

Namun, sebagai manusia biasa, guru tentu tidak luput dari dosa dan kesalahan. Terkadang kita merasa sudah melakukan hal yang benar dan terbaik bagi murid-murid kita, bahkan merasa paling benar dalam setiap ucapan dan tindakan yang kita tunjukkan. Tapi, apakah kita sadar bahwa kita seharusnya bukan hanya pantas ditiru saat banyak orang melihat kita, tetapi juga ketika kita berada dalam kesendirian?

Sebagai seorang guru, kita seringkali bertindak dalam situasi yang penuh tekanan. Ketika berada di sekolah, mungkin kita merasa bebas untuk mengomentari murid-murid kita di waktu luang. Pembicaraan yang dimulai dengan niat untuk diskusi atau berbagi pandangan, tak jarang berakhir dengan keluhan atau bahkan menggunjingkan murid kita sendiri. Tanpa sadar, hal ini bisa mempengaruhi persepsi kita terhadap mereka, dan lebih parahnya lagi, menjadi perilaku yang bisa ditiru oleh murid-murid kita.

Di sisi lain, kita seringkali menuntut murid untuk menepati tenggat waktu, mengumpulkan tugas tepat waktu, dan menunjukkan sikap tanggung jawab. Namun, apakah kita selalu konsisten dengan itu? Terkadang, kita terlena dengan banyaknya pekerjaan dan tidak "menyempatkan" diri untuk memeriksa tugas-tugas yang sudah dikumpulkan oleh murid-murid kita. Padahal, itu adalah bagian dari tanggung jawab kita sebagai guru.

Bukan hanya itu, bahkan ketika kita di rumah, di ruang tidur yang sepi atau di jalan raya, kita seringkali merasa bebas dari pengawasan orang lain. Kita mungkin membiarkan ruang tidur berantakan tanpa merasa perlu merapikan, atau membalap kendaraan kita dengan ugal-ugalan di jalan raya, padahal kita lupa bahwa ada kemungkinan murid kita melihat dan menilai perilaku kita.

Apakah kita pernah berpikir, “Jika saya melakukan ini, apakah murid saya juga akan melakukan hal yang sama?”

Peribahasa “guru kencing berdiri, murid kencing berlari” menggambarkan betapa besar pengaruh seorang guru terhadap perilaku murid. Segala tindak tanduk guru, baik di dalam maupun di luar kelas, sangat mungkin menjadi panutan bagi mereka. Oleh karena itu, kita sebagai guru harus berpikir dengan bijak sebelum bertindak.

Peristiwa-peristiwa di atas mungkin tampak sepele, tetapi setiap tindakan yang kita lakukan memiliki dampak yang jauh lebih besar dari yang kita kira. Tindakan kita bisa mempengaruhi cara pandang murid terhadap nilai-nilai, etika, dan perilaku yang baik. Sebagai guru, kita seharusnya sadar akan hal ini dan berusaha menjadi contoh yang baik, tidak hanya ketika dilihat orang banyak, tetapi juga ketika kita merasa sedang sendirian.

Oleh karena itu, mari kita terus introspeksi diri dan berkomitmen untuk menjadi guru yang tidak hanya digugu dan ditiru, tetapi juga menjadi teladan yang sejati dalam segala aspek kehidupan. Semoga kita selalu bersemangat untuk memperbaiki diri dan mengarahkan murid-murid kita menuju kebaikan, baik di dalam maupun di luar kelas.

Subscribe Youtube

73745675015091643